Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara digugat secara perdata oleh sejumlah pengacara yang tergabung dalam firma hukum Mulkan Let-Let & Partners. Alasannya Kominfo dinilai membuat kebijakan pembatasan akses media sosial seperti Instagram, Facebook dan WhatsApp ketika kerusuhan 21-22 Mei 2019, tanpa melakukan pemberitahuan terlebih dahulu. Keputusan itu dinilai merugikan secara finansial.

“Tindakan Menkominfo ini sangat merugikan kami, khususnya dalam menjalankan bisnis maupun tugas kami sebagai advokat,” ujar Mulkan Let-Let usai mendaftarkan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (24/6/2019).

Secara bisnis, kebijakan Kominfo dinilai merugikan Mulkan Let-Let dan rekan mencapai ratusan juta rupiah. Gugatan dilakukan usai somasi yang mereka layangkan, tak juga direspon secara tertulis.

“Kita tuntut ganti rugi Rp 22 miliar. Masyarakat di sana juga banyak mengalami kerugian akibat tindakan Menkominfo ini,” jelas Mulkan.

Selain tak mengumumkan terlebih dahulu, kebijakan Kominfo juga dianggap menyalahi aturan karena tak dilandasi payung hukum yang jelas. Di samping menuntut ganti rugi, Mulkan dan kawan-kawan pun meminta Menkominfo meminta maaf ke publik.

“Seharusnya sebagai pejabat publik, sehari sebelum memberlakukan kebijakan itu harus memberitahukan melalui media massa. Tapi nyatanya setelah dilakukan pembatasan akses internet, setelahnya baru disampaikan ke media. Ini merugikan kami. Sampai detik ini, Menkominfo tidak menyampaikan dasar hukum pembatasan itu pasal apa, undang-undang apa,” tuturnya.

Dalih Kominfo yang menyebut pembatasan akses media sosial demi meminimalisir berita hoaks, juga dipandang tak terukur. Seperti juga alasan keamanan yang dikemukakan Rudiantara.

“Kita ambil contoh saja PLN yang ingin mematikan lampu 20 menit pasti melakukan pengumuman sebelumnya, apalagi ini dampaknya langsung ke masyarakat. Kalau Jakarta (dibilang keamanannya) dalam keadaan darurat itu kategorinya apa? indikatornya apa?” tandasnya. (Rizk)

Bahwa Musyawarah Nas II PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia) di Pekan baru pada tanggal 13 Juni 2015 telah menetapkan bahwa menyetujui  dan menyerahkan kepada pengurus DPN PERADI (Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia).

“Untuk melakukan Perubahan dan Pengesahan anggaran PERADI dalam waktu selambat-lambatnya 6 (enam) bulan, terhitung sejak tanggal diputuskan dalam musyawarah II PERADI.

Bahwa atas mandat Munas II Peradi, DPN PERADI telah melakukan Perubahan Anggaran PERADI pada tanggal 21 Agustus 2015.

Namun sangat disayangkan DPN PERADI telah melakukan suatu tindakan yang menurut Saya sangat kontroversial, dimana DPN PERADI kembali melakukan Perubahan Anggaran PERADI pada tanggal 4 September 2019, bahwa tindakan Perubahan Anggaran dasar PERADI tersebut tidak sebagaimana diamanatkan  Munas II PERADI di Pekanbaru pada tanggal 13 Juni 2015 yang hanya memberikan waktu untuk dilakukan Perubahan Anggaran PERADI selambat-lambatnya 6 (enam) bulan,yakni sampai dengan bulan Desember 2015 sehingga Perubahan Anggaran dasar PERADI tertanggal 4 September 2019,  sudah tidak sesuai lagi dengan Munas II.

Peradi ataupun jika Perubahan Anggaran PERADI pada tanggal 4 September 2019 dilakukan bukan Berdasarkan amanah Munas II PERADI maka Perubahan tersebut tidak berdasar hal ini karena setiapsetiap Perubahan Anggaran PERADI hanya  dilakukan forum tertinggi PERADI yaitu dilakukan dalam Munas ataupunataupun Munas Luar Biasa yang diatur  dalam pasal 46 ayat 2 Anggaran dasar.

“Bahwa Perubahan Anggaran Dasar PERADI yang dilakukan DPN PERADI telah menuai banyak protes dan kritik dari berbagai Anggota PERADI dan bahkan dalam Rakernas Peradi  yang dilakukan di Surabaya pada tanggal 27 dan 28 November 2019 beberapa anggota DPC PERADI melakukan protes dan menyatakan akan melakukan upaya hukum terkait Perubahan Anggaran Dasar PERADI pada tanggal 4 September 2019,”jelasnya.

Bahwa sebagian Anggota Peradi menduga adanya Perubahan Anggaran PERADI pada tanggal 4 September 2019 semata-mata untuk kepentingan orang yang ingin mencalonkan diri sebagai DPN. Sehingga rekan-rekan Advokat muda yang tergabung dalam PERADI MILENIAL berinisiatif untuk melakukan Seminar Nasional hari ini.

Dimana terdapat pasal yang dirubah menuai Kontroversial, yakni pasal 24 ayat (5) Anggaran Dasar PERADI No.504/PERADI/DPN/VIII/2015 (“AD Peradi 504″) diatur bahwa masa jabatan ketia umum PERADI maksimum 2 periode, seperti yang dikutip sebagai berikut:

”KetuaUmum yang masa jabatannya telah berakhir, dapat  dipilih kembali untuk masa jabatan berikutnya dengan ketentuan tidak dapat diangkat untuk 2 (dua) kali masa jabatan , ” ujar Mulkan.

Kemudian pada tanggal 4 September 2019 DPN PERADI melakukan perubahan yang memperbolehkan  Ketua Umum PERADI dapat dipilih lebih dari dua kali, melalui penambahan kata “berturut-turut” :
”KetuaUmum yang masa jabatannya telah berakhir, dapat dipilih kembali untuk masa jabatan berikutnya dengan ketentuan tidak dapat diangkat untuk 2 (dua) kali masajabatan berturut-turut”

Selain itu, sebagian Anggota PERADI menanyakan apakah Perubahan Anggaran Dasar PERADI pada tanggal 4 September 2019 sudah mendapatkan Pengesahan oleh Menkumham RI atau belum disahkan dan sebagian Anggota menanyakan apakah Perubahan Anggaran Dasar PERADI pada tanggal 4 September 2019 belum dapat berlaku karena belum disahkan dalam Forum Tertinggi PERADI yakni harusharus disahkan dalam Munas ataupun Munas Luar biasa yang akan akan datang,” ujarnya.

Bahwa atas Perubahan anggaran Dasar PERADI tanggal 4 September 2019 yang dilakukan DPN PERADI telah menimbulkan Kontroversial, Saya menduga tindakan DPN PERADI merupakan Perbuatan Melawan Hukum sehingga tidak menutup kemungkinan rekan-rekan Advokat muda yang tergabung dalam PERADI Milenial akan melakukan upaya hukum dikemudian hari terkait perubahan Anggaran Dasar PERADI tanggal 4 September 2019, ” pungkasnya.

Sumber : https://www.tajuknews.com/2019/12/kontroversi-perubahan-anggaran-dasar.html

Mulkan Let-Let selaku Kuasa Hukum dari Syamsiah Rasyid sebagai Pemegang Polis (Asuransi Mandiri Elite Plan Syariah) pada Axa Mandiri dan juga Nasabah Perorangan Bank Syariah Mandiri.

“Hari ini Selasa (3 November 2020) kami menyampaikan Somasi kepada Axa Mandiri terkait dengan pengembalian nilai investasi oleh Axa Mandiri kepada klien kami dengan nominal rupiah yang tidak sesuai dengan nilai uang klien kami yang telah di debet oleh Axa Mandiri sebesar Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah),” ujarnya melalui siaran pers, Selasa (3/11).

Mulkan menjelaskan sejak berlakunya polis klien kami pada bulan Januari 2018 hingga diberhentikan pada tanggal 18 Maret 2020, klien jami sudah didebet uangnya sebesar Rp. 200.000.000,-. Yakni pendebetan pada tanggal 26 Januari 2018 sebesar Rp. 100.000.000,- dan pada tanggal 29 Januari 2019 sebesar Rp. 100.000.000,-.

“Namun yang sangat disayangkan Axa Mandiri hanya mengembalikan Nilai Investasi sebesar Rp. 72.058.258,00 kepada Klien Kami. Dengan hitungan menurut Axa Mandiri yaitu Nilai Investasi sebesar Rp. 96.077.677,46 yang dikurangi biaya penarikan dana sebesar 25% yakni sebesar Rp. 24.019.419,37,” katanya.

Mulkan mengatakan bahwa tidak ada keterangan atau rincian yang jelas terkait dengan uang yang telah didebet dari rekening klien kami sebesar Rp. 200.000.000,- dan faktanya Axa Mandiri hanya mengembalikan uang sebesar Rp. 72.058.258,00 pada tanggal 24 Maret 2020.

“AXA Mandiri menyampaikan surat kepada klien kami terkait berakhirnya polis klien kami pada tanggal 18 Maret 2020.
Bahwa kesalahan fatal kedua yang dilakukan Axa Mandiri adalah, pada tanggal 30 April 2020 Axa Mandiri melakukan tindakan sepihak, tanpa hak dan melawan hukum dengan mendebet uang milik klien kami sebesar Rp. 100.000.000,- di rekening Bank Syariah Mandiri (BSM) milik Klien Kami,” ucapnya.

Mulkan mengungkapkan klien Kami tidak pernah mengajukan permintaan/permohonan pemulihan polis dan/atau mengajukan polis baru pada Axa Mandiri ataupun melakukan hal apapun sehingga menjadi dasar Axa Mandiri dan BSM melakukan debet pada rekening milik klien kami dan jelas bahwa polis klien kami telah berakhir pada tanggal 18 Maret 2020 yang disampaikan oleh Axa Mandiri kepada klien kami.

“Bahwa atas tindakan Axa Mandiri yang hanya mengembalikan uang klien kami sebesar Rp. 72.058.258,00 padahal klien kami telah didebet uangnya sebesar Rp. 200.000.000,- dan tindakan sepihak dari Axa Mandiri dan kelalaian dari BSM dengan dilakukannya pendebatan pada Rekening klien kami dengan mendebet uang milik klien kami sebesar Rp 100.000.000 pada tanggal 30 April 2020 secara sepihak, tanpa izin, tanpa hak dan melawan hukum, yang jelas-jelas Polis Klien Kami telah berakhir pada tanggal 18 Maret 2020,” terangnya.

Menurut Mulkan ini jelas merupakan perbuatan melawan hukum, dan selain tindakan yang mengarah pada hukum perdata, kami juga menduga adanya dugaan tindak pidana yang diduga dilakukan oleh Pihak Axa Mandiri dan BSM.

“Bahwa sebelum Somasi ini kami layangkan, klien kami telah melakukan musyawarah dengan Axa Mandiri pada tanggal 8 September 2020 namun tidak ada solusi atau tidak mufakat. Maka dengan ini Kami menyampaikan somasi dan jika Axa Mandiri tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan, maka dengan tegas kami akan melakukan upaya hukum, baik secara perdata maupun secara pidana,” tegasnya.

Adapun tuntutan dalam Somasi ini adalah meminta kepada Axa Mandiri dan BSM untuk segera membayar kerugian Materiil akibat tindakan Axa Mandiri dan BSM kepada Klien Kami sebesar Rp. 8.139.500.000,-.

Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Rakyat Indonesia resmi melayangkan gugatan kasus mati listrik massal yang terjadi pada Minggu (4/8/2019) lalu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Plt Dirut PLN Sripeni Inten Cahyani, Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri ESDM Ignatius Jonan jadi tergugat.

Gugatan itu sudah terdaftar di PN Jakarta Selatan pada Jumat (9/8/2019) dengan nomor gugatan 653/PDT.G/2019/PN.JKT.SEL sebagai gugatan perwakilan kelompok atau class action.

“Hari ini kita ke pengadilan negeri Jakarta Selatan untuk menggugat atau mendaftarkan gugatan class action. Gugatan ini kita daftarkan terhadap Plt Dirut PLN, Mentri BUMN sebagai tergugat dua dan turut tergugat nya Mentri ESDM,” kata Kuasa hukum LKBHRI, Mulkan Let Let di PN Jaksel, Jumat (9/8/2019).

Mulkan mengklaim, mereka merupakan advokat yang mewakili gugatan masyarakat terdampak mati listrik massal yang terjadi pekan lalu.

Melalui gugatan ini, LKBHRI menuntut PLN dan Kementerian BUMN tidak hanya memberikan kompensasi kepada pelanggan terdampak, tetapi juga memberikan ganti rugi sebesar Rp 40 triliun.

“Dirut PLN menyatakan hanya memberikan kompensasi itu menurut kita opini hukum yang keliru karena di sini PLN coba untuk melepaskan pertanggungjawaban hukum memberikan ganti rugi. Mendaftarkan gugatan class action lalu menuntut PLN Rp 20 T dan menteri BUMN Rp 20 triliun, jadi ditotal 40 triliun,” tegasnya.

Mulkan menambahkan, jika gugatan berhasil dikabulkan pengadilan, uang ganti rugi sebesar Rp 40 triliun itu nantinya bisa diambil oleh masyarakat terdampak yang memberikan bukti dalam gugatan tersebut.

Adapun dasar hukum yang digunakan LKBHRI dalam gugatan ini adalah PLN tidak hanya bertanggung jawab secara hukum berdasarkan Permen ESDM No. 27 Tahun 2017, tetapi diduga telah melanggar Pasal 29 ayat (1) No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, Pasal 19 no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 1365 KUHPPerdata (Perbuatan Melawan Hukum), dan bahkan patut diduga melanggar 359 KUHP (Mengenai perbuatan yang mengakibatkan orang meninggal).

Sumber : https://www.suara.com/bisnis/2019/08/09/113156/plt-dirut-pln-rini-soemarno-dan-jonan-digugat-rp-40-triliun-ke-pn-jaksel

JAKARTA, KOMPAS.com – Perusahaan pinjaman online ( fintech) dilaporkan atas kasus dugaan pencemaran nama baik dan atau ancaman dengan kekerasan melalui media elektronik.

Laporan tersebut terdaftar dalam nomor laporan LP/4709/VIII/PMJ/Dit. Reskrimsus tanggal 2 Agustus 2019. Pengacara Mulkan Let-Let mengatakan, dirinya membuat laporan mewakili 40 orang korban fintech.

“Jumlah total korban ada 40 orang. Hanya hari ini setelah koordinasi dengan pihak kepolisian, mereka meminta korban-korban tersebut tidak dihadirkan,” kata Mulkan di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (2/8/2019).

Mulkan mengatakan, para korban mendapatkan pesan singkat yang berupa ancaman ketika mereka tidak mampu membayar cicilan pinjaman.

Bahkan, pihak perusahaan online tersebut tak segan menyebarkan pesan singkat yang berisi konten pornografi kepada nomor telepon yang tersimpan di ponsel korban.

“Yang disayangkan adalah korban sudah melakukan pembayaran, hanya bunganya terlalu tinggi. Mereka melakukan pemerasan dan ancaman.Fintech ini melakukan SMS blast (penyebaran SMS) ke seluruh kontak yang ada seperti teman kerja, rekan bisnis, pimpinan kantor, sahabat, dan keluarga,” ujar Mulkan.

Para korban meminjam uang sebesar Rp 1 juta- Rp 3 juta yang dibayarkan dalam waktu 3-6 bulan.

Mereka harus membayarkan bunga sebesar Rp 60.000-Rp 80.000 per hari jika mereka telat membayar cicilan.

Selain itu, kata Mulkan, perusahaan fintech tak segan mengintimidasi korban melalui pesan singkat jika korban tak mampu membayar cicilan.

“Mereka kadang mengancam menggunakan intimidasi dan kata-kata yang tidak sepantasnya atau pelecehan seksual gitu,” ungkap Mulkan.

Mulkan berharap, polisi segera menggerebek kantor perusahaan fintech tersebut agar tak ada lagi korban yang dirugikan.

Pasal yang disangkakan adalah Pasal 27 dan atau Pasal 29 dan atau Pasal 49 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Sumber : https://megapolitan.kompas.com/read/2019/08/02/19012951/perusahaan-fintech-dilaporkan-40-orang-ke-polisi

Jakarta – Sejumlah advokat yang mengatasnamakan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Rakyat Indonesia (LKBH RI) menggugat PLN dan Menteri BUMN RI ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Gugatan mereka menuntut ganti rugi atas listrik padam yang terjadi di sebagian Pulau Jawa pada 4-5 Agustus 2019.

“Hari ini kita ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menggugat atau mendaftarkan gugatan class action gugatan ini kita daftarkan terhadap Dirut PLN, Menteri BUMN sebagai tergugat dua dan turut tergugatnya Menteri ESDM. Karena yang kita lihat pernyataan atau statement dari Dirut PLN sendiri menyatakan bahwa PLN hanya memberikan kompensasi bukan memberikan ganti rugi,” ujar salah seorang advokat, Mulkan Let-let, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Jumat (9/8/2019).

“Itu kan pertanggung jawaban hukumnya menurut kita itu tidak sesuai dimana dalam Undang-Undang Ketenagalistrikan Pasal 29 sudah menjelaskan bahwa harus ada pertanggungjawaban ganti rugi. Begitupun pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan penjelasan bahwa harus ada pertanggungjawaban dalam bentuk ganti rugi atau kompensasi,” sambungnya.

Mulkan menuntut ganti rugi kepada Dirut PLN dan Menteri BUMN total senilai Rp 40 triliun. Dia pun meminta masyarakat yang merasa dirugikan mengajukan permohonan ke PN Jakarta Selatan.

“Mendaftarkan gugatan class action lalu menuntut PLN Rp 20 triliun dan Menteri BUMN Rp 20 triliun, jadi ditotal Rp 40 triliun, lalu untuk Rp 40 triliun itu nanti kita titipkan di pengadilan, bagi masyarakat yang merasa dirugikan secara perdata baik materil maupun non materil nanti bisa mengajukan permohonan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mengambil ganti rugi padamnya listrik akibat dampak dari matinya listrik,” kata Mulkan.

Mulkan mengaku mengajukan gugatan ini mewakili masyarakat yang terdampak listrik padam. Mulkan mengatakan telah mendapat kuasa dari sejumlah masyarakat untuk mendaftarkan gugatan ini.

“Kami mewakili masyarakat yang terdampak dari padamnya listrik itu, jadi masyarakat Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI, dan Provinsi Banten jadi gugatan class action ini hanya beberapa orang yang memberikan kuasa kepada kami dan kami mendaftarkan, itu dari beberapa orang tadi kami mewakili masyarakat yang terkena dampak dari padamnya listrik itu,” ungkapnya.

Mulkan mengatakan salah satu kerugian yang terdampak dari listrik padam adalah kebakaran yang nimpa warga. Gugatan ini didaftarkan di PN Jakarta Selatan dengan Nomor perkara 653/Pdt.G/2019/PN.JKT.SEL.

“Buktinya nanti tinggal masyarakat mengajukan, misalnya kebakaran, kebakaran itu seperti apa dibuktikan yang rumahnya kebakar gitu, nanti disampaikan diajukan dalam bentuk permohonan,” pungkas Mulkan. (mae/mae)

Sumber : https://news.detik.com/berita/d-4658811/lkbh-ri-gugat-dirut-pln-menteri-bumn-ganti-rugi-listrik-padam-rp-40-t

Butuh Bantuan? Chat dengan kami